Selasa, 14 Juni 2011

Evaluasi Dalam Rencana Tata Ruang.....Perlukah???

Kedudukan Evaluasi dalam Rencana Tata Ruang

Kegiatan evaluasi Rencana Tata Ruang tidak terlepas dari kegiatan penyusunan rencana ataupun kegiatan revisi, karena didalam suatu mekanisme penanganan rencana tata ruang yang utuh, kegiatan tersebut satu dengan lainnya merupakan satu sikuensis, dimana output kegiatan yang satu akan merupakan input bagi kegiatan lainnya. Kedudukan evaluasi dalam rencana tata ruang, dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 1

Kedudukan Evaluasi

Dari gambar di atas terlihat bahwa untuk melakukan evaluasi diperlukan adanya masukan yang berasal dari monitoring mengenai implementasi suatu rencana. Adapun keluaran evaluasi dapat berupa suatu informasi yang akan dipergunakan sebagai dasar terbentuknya suatu kebijaksanaan sehubungan dengan kemungkinan adanya perbaikan/revisi rencana atau penyusunan rencana yang baru.

Kebutuhan Informasi Dasar

Inti tujuan kegiatan evaluasi adalah menilai sejauh mana Rencana Tata Ruang telah/dapat dilaksanakan, atau sebagai upaya menilai efektifitas Rencana Tata Ruang melalui pengendalian pemanfaatan lahan.

Wujud hasil monitoring, berupa :

  • Monitoring terhadap pelaksanaan penyusunan kegiatan proyek sektoral tahunan;
  • Monitoring perubahan penggunaan lahan;
  • Monitoring pelaksanaan rencana kegiatan/proyek sektoral dan daerah per tahun (APBD , APBD Propinsi dan APBN yang ada di )

Hasil monitoring yang sudah diarahkan sesuai dengan kebutuhan dibandingkan dengan jenis program maupun jenis pemanfaatan lahan, yang akan menghasilkan informasi kualitatif dan kuantitatif mengenai prosentase penyimpangan pemanfaatan Rencana Tata Ruang.

Kegiatan evaluasi terbagi dalam 4(empat) kelompok kegiatan, yaitu tahap persiapan, pelaksanaan, analisis dan penyusunan rekomendasi.

a. Tahap Persiapan

Pada tahap persiapan, kegiatan ini merupakan penunjang untuk pelaksanaan evaluasi melalui beberapa kegiatan untuk mengumpulkan data dan informasi yang dibutuhkan. Kegiatan ini meliputi :

  • Pengumpulan data dasar berupa peta ataupun data numerik
  • Penyiapan penggunaan lahan terakhir
  • Penyiapan peta-peta rencana
  • Mengumpulkan peta-peta kebutuhan analisis
  • Menyiapkan peta distribusi penduduk
  • Peta jaringan jalan
  • Peta batas administrasi desa dan kecamatan
  • Peta jaringan utilitas

b. Tahap Pelaksanaan

Pada tahap pelaksanaan, peta-peta yang menunjukkan kondisi eksisting tersebut digunakan sebagai bahan bandingan Rencana Tata Ruang yang akan dievaluasi. Dari pembandingan kedua peta tersebut, kemudian dilakukan penilaian penyimpangan yang terjadi dengan menggunakan prosedur dan metoda penilaian/perhitungan yang akan digunakan. Dalam penilaian penyimpangan yang terjadi melalui prosedur dan teknik yang telah ditetapkan, perlu ditambahkan keterangan sebab terjadinya penyimpangan, seperti, adanya prioritas yang berbeda; strategi pembangunan yang berubah, misalnya adanya areal lahan yang tidak dapat dibebaskan sehingga mengakibatkan dipindahkannya lokasi proyek; kondisi tanah yang tidak sesuai yang tidak terliput pada waktu penyusunan rencana; adanya program pembangunan dari pusat yang berskala besar.

c. Tahap Analisis

Pada tahap analisis, untuk menghasilkan nilai analisisnya dilakukan melalui perhitungan penyimpangan setiap aspek dan selanjutnya dijumlahkan nilai seluruh aspek yang menyimpang untuk kemudian dihitung rat-ratanya. Hasil rata-rata akan memberi makna besarnya tingkat penyimpangan suatu rencana dengan kondisi eksisting. Nilai tersebut kemudian dibandingkan dengan klasifikasi nilai untuk rekomendasi yang telah ditetapkan, untuk mengetahui kebijaksanaan apa yang harus diusulkan dari hasil evaluasi ini.

d. Penyusunan rekomendasi

Penyusunan rekomendasi akan sangat bergantung pada besaran nilai dari hasil analisa. Hasil evaluasi, pada dasarnya akan merekomendasikan 3(tiga) kemungkinan, yaitu :

  • Rencana Tata Ruang tidak perlu perubahan, karena masih dianggap valid untuk digunakan sebagai alat pengendalian pemanfaatan ruang;
  • Rencana Tata Ruang perlu direvisi sebagian, karena beberapa kawasan sudah mengalami perubahan fungsi;
  • Rencana Tata Ruang perlu direvisi total dalam arti Rencana Tata Ruang yang baru perlu disusun ulang, karena rencana yang telah ada tidak dapat lagi digunakan sebagai pedoman pelaksanaan pembangunan, khususnya dalam hal pengendalian pemanfaatan ruang kota.

Penentuan Variabel Ukur

Salah satu kegiatan evaluasi adalah penentuan variabel yang dapat memberikan indikasi atau mempengaruhi pelaksanaan Rencana Tata Ruang adalah kesesuaian wujud fisik yang terbentuk saat ini (eksisting) dengan materi setiap hirarki Rencana Tata Ruang. Rincian variabel yang digunakan sebagai bahan evaluasi Rencana Tata Ruang adalah :

· Analisis untuk melihat kedudukan wilayah

· Analisis Demografi

· Analisis Sosial Kemasyarakatan

· Analisis Ekonomi

· Analisis Fisik dan Daya Dukung Lingkungan

· Analisis Sarana dan Prasarana

· Analisis Sruktur dan Pola Pemanfaatan Ruang

· Analisis potensi dan kondisi SDA, sumber daya buatan dan SDM

Penentuan Kriteria dan Cara Penilaian

Penentuan kriteria dan tata cara penilaian dalam evaluasi bertujuan untuk menghasilkan rumusan kebijaksanaan akibat terjadinya penyimpangan pelaksanaan Rencana Tata Ruang. Kebijaksanaan yang dimaksud akan menyangkut apakah Rencana Tata Ruang berdasarkan evaluasi perlu direvisi atau tidak dan kapan Rencana Tata Ruang tersebut perlu disusun ulang walaupun masa berlaku rencana tersebut belum habis.

Beberapa kriteria dan cara penilaian evaluasi Rencana Tata Ruang yang dapat dilakukan antara lain :

a. Struktur Pemanfaatan Ruang

Cara memulai adalah dengan menghitung persentase luas masing-masing jenis penyimpangan terhadap kawasan yang direncanakan, misalnya wujud fisik saat ini adalah A hektar, luasan kawasan menurut Rencana Tata Ruang adalah x hektar. Maka penyimpangan yang terjadi sebesar :


b. Stuktur Utama Tingkat Pelayanan

Cara penilaian adalah dengan membuat matriks jumlah fasilitas dan utilitas pada kecamatan/kelurahan yang ditunjuk sebagai pusat pelayanan. Apabila ternyata kecamatan/kelurahan yang ditunjuk tidak memenuhi kriteria, berarti telah terjadi penyimpangan. Penyimpangan terjadi bila direncanakan ada 4 pusat pelayanan dan yang sesuai hanya 3 pusat pelayanan, berarti 1 pusat pelayanan tidak sesuai. Penyimpangan yang terjadi adalah :

1/4 x 100% = 25%

c. Sistem Utama Transportasi

Cara penilaian adalah berdasarkan program pembangunan yang ada untuk jangka waktu sejak ditetapkan Rencana Tata Ruang hingga saat evaluasi dilaksanakan. Contoh penyimpangan terjadi apabila :

· Dalam rencana ada sistem utama transportasi, dalam program juga ada, tetapi pelaksanaannya tidak melalui pusat-pusat yang telah ditentukan, maka penyimpangannya dinilai sebesar 100%

· Dalam rencana tidak ada sistem utama transportasi tetapi dalam program ada, maka penyimpangan dinilai sebesar 100%

d. Sistem Jaringan Utilitas

  • Bila ada jaringan bukan pada kawasan yang perlu pelayanan, berarti terjadi penyimpangan sebesar 100%
  • Bila ada jaringan tepat pada kawasan yang perlu pelayanan, dihitung luasan yang dilayani. Penyimpangan per jenis utilitas adalah luas yang harus dilayani dikurani luas pelayanan saat ini dibagi luas kawasan dikali 100%. Penyimpangan seluruhnya adalah :
    ( % penyimpangan utilitas 1 + % penyimpangan utilitas 2 + %n)

Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada beberapa aspek dikumulatifkan sehingga diperoleh hasil akhir penyimpangan. Dengan kriteria yang telah ditetapkan, maka hasil akhir dari evaluasi Rencana Tata Ruang ini akan memberikan rekomendasi sebagai berikut :

  • Jika penyimpangan < 20%, maka revisi tidak perlu dilakukan
  • Jika penyimpangan antara 20 – 50%, maka perlu dilakukan revisi sebagian
  • Jika penyimpangan > 50%, maka perlu dilakukan revisi total

Gambaran alur pemikiran dalam hal pemberian nilai untuk setiap variabel adalah sebagai berikut :

Gambar 2
Konsep Pemikiran Penilaian bagi setiap Variabel Perhitungan

Kamis, 13 Januari 2011

PENTINGKAH CITY BRANDING DITERAPKAN DI KOTA MOJOKERTO ??


Seperti yang kita ketahui, di bawah sadar maupun di atas sadar, perkembangan kota-kota di Indonesia seperti menuju ke arah yang seragam dan mulai kehilangan ciri khas kedaerahan masing-masing. Pembangunan yang menunjang berbagai aktifitas bisnis modern, seperti mal, apartemen, gedung perkantoran atau apapun yang sejenis itu, menunjukkan bahwa kota-kota di daerah memiliki kecenderungan menjadi sama dengan kota-kota besar yang terlanjur mengadopsi kultur barat berkonsep metropolitan, megapolitan, gigapolitan (apapun namanya, minumnya tetep es teh manis.. haha.. oke cukup, kita kembali ke topik utama). Keinginan untuk mendapatkan pendapatan yang tinggi menjadikan pengelola/manajer kota sangat terbuka terhadap masuknya modal, tanpa peduli bahwa modal bisa menggerus lokalitas atau nilai-nilai lokal (bukan lokalisasi!!).

Hal inilah yang juga saya rasakan tengah terjadi di Kota Mojokerto, kota kecil nan indah yang amat sangat saya cintai dari lubuk hati (maaf jika berlebihan). Pembangunan yang telah dan akan dilakukan, missalnya pembangunan hypermarket atau pusat perdagangan lain, saya rasa mulai merubah wajah Kota Mojokerto menjadi mirip kota-kota besar lain di Indonesia.

Oleh karena itu dibutuhkan suatu konsep manajemen perkotaan yang baik. Salah satunya adalah dengan konsep City Marketing atau City Branding, yaitu dengan mencari, membentuk, dan kemudian menonjolkan identitas kota demi memasarkan kota tersebut. Bagaimanapun, manajemen perkotaan modern memerlukan sokongan investasi dan perkembangan, salah satunya dari pariwisata yang sehat. Untuk itulah dibutuhkan sebuah konsep marketing kota yang baik, termasuk branding dan positioning. Dalam rangka marketing, tentu saja tak salah seandainya sebuah kota menonjolkan suatu identitas unik yang terekspresikan dalam berbagai ranah, misalnya arsitektur dan tata kota, kegiatan kebudayaan, atau nilai tertentu lainnya.

Namun, yang perlu diingat, penggalian dan penonjolan identitas sebuah kota (City Branding) seharusnya tidak dilakukan semata-mata demi pemasaran. Identitas sebuah kota perlu digali dan ditonjolkan sebagai usaha pengingatan kolektif bagi warga kota tentang muasal proses menjadi mereka.

Sebelum melangkah terlalu jauh membahas mengenai city branding yang cocok diterapkan dan dikembangkan di Kota Mojokerto, alangkah baiknya jika kita mengetahui pengertian yang jelas mengenai konsep dari city branding terlebih dahulu. Berikut ini saya akan coba membahas secara singkat dan (semoga) jelas mengenai konsep dan langkah-langkah yang dilakukan dalam city branding.


CITY BRANDING :

Dalam dunia bisnis, Brand atau merk sangat menentukan keberhasilan suatu perusahaan. Makanya banyak perusahaan mengalokasikan anggaran yang sangat besar untuk dapat mempromosikan brand-nya ke masyarakat luas. Dengan kata lain agar brand-nya dapat menjadiBrand Equity.

Di sektor publik, diakui atau tidak, dengan penerapan otonomi daerah dan semakin nyata serta meluasnya trend globalisasi saat ini, daerah pun harus saling berebut satu sama lain dalam hal:
- Perhatian (attention)

- Pengaruh (influence)

- Pasar (market)

- Tujuan Bisnis & Investasi (business & investment destination)

- Turis (tourist)

- Tempat tinggal penduduk (residents)

- Orang-orang berbakat (talents), dan

- Pelaksanaan kegiatan (events)

Oleh karena itu sebuah daerah membutuhkan Brand yang kuat. Secara definisi, City Brandadalah indentitas, symbol, logo, atau merk yang melekat pada suatu daerah.

Sebuah pemda harus membangun Brand (brand building) untuk daerahnya, tentu yang sesuai dengan potensi maupun positioning yang menjadi target daerah tersebut.


Banyak keuntungan yang akan diperoleh jika suatu daerah melakukan City Branding, antara lain:

1. Daerah tersebut dikenal luas (high awareness), disertai dengan persepsi yang baik

2. Dianggap sesuai untuk tujuan-tujuan khusus (specific purposes)

3. Dianggap tepat untuk tempat investasi, tujuan wisata, tujuan tempat tinggal, dan penyelenggaraan kegiatan-kegiatan (events)

4. Dipersepsikan sebagai tempat dengan kemakmuran dan keamanan yang tinggi


LANGKAH-LANGKAH MEMBUAT CITY BRANDING YANG KUAT

Brand atau merk yang legendaris dan mampu bertahun puluhan bahkan ratusan tahun, tidak muncul begitu saja. Tetapi mereka melakukan langkah-langkah yang terencana, jelas, dan berbeda dengan para pesaingnya.

Demikian juga agar mempunyai Brand yang kuat, sebuah daerah harus memiliki karakteristik khusus yang bisa dijelaskan dan diidentifikasikan. Misalnya tampak fisik kota, pengalaman orang terhadap daerah tersebut, dan penduduk seperti apa yang tinggal di daerah tersebut.

Langkah-langkah utama dalam membangun City Branding yang kuat adalah sebagai berikut:

· Mapping Survey; meliputi survey persepsi dan ekspektasi tentang suatu daerah baik dari masyarakat daerah itu sendiri maupun pihak-pihak luar yang mempunyai keterkaitan dengan daerah itu.

· Competitive Analysis; melakukan analisis daya saing baik di level makro maupun mikro daerah itu sendiri.

· Blueprint; penyusunan cetak biru atau grand design daerah yang diinginkan, baik logo, semboyan, ”nick names”, ”tag line”, dan lain sebagainya beserta strategi branding dan strategi komunikasinya.

· Implementation; pelaksanaan grand design dalam berbagai bentuk media, seperti pembuatan media center, pembuatan events, iklan, dan lain sebagainya.

Dari penjelasan singkat di atas, kesimpulannya adalah kota Mojokerto perlu melakukan City Branding, hal ini dilakukan agar Kota Mojokerto bisa makin dikenal, sehingga diharapkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakatnya makin meningkat tanpa meninggalkan nilai-nilai lokal yang ada.

Nah, yang jadi pertanyaan sekarang adalah bagaimana koncep City Branding yang cocok diterapkan di Kota Mojokerto? Hal inilah yang harus kita pikir, diskusikan dan kembangkan bersama, karena tiap warga Kota Mojokerto berhak dan (mungkin tidak) wajib berperan serta dalam pengembangan kota kita tercinta, baik dari jajaran bapak walikota beserta staff-nya sampai bapak “becak driver” beserta becaknya. BENAR DEMIKIAN??


Sumber : otonomidaerah.net



Dalam artikel selanjutnya, saya akan coba mengulas konsep city branding yang (mungkin) cocok diterapkan di Kota Mojokerto. Untuk saat ini, saya mohon kritikan dan masukan yang membangun yo rek. Matur nuwun!